Jadi
pengemban dakwah? Hmm… di mata remaja, sepertinya ‘jabatan' ini kalah
menarik dibanding kontes menjadi bintang yang kian menjamur. Meski
kagak pake audisi atau ekstradisi yang bikin sensasi, tetep aja remaja
yang terjun ke dunia dakwah bisa dihitung pake jari. Padahal untuk
jadi pengemban dakwah, nggak kudu bisa nyanyi, nari, atau akting. Cukup
bermodalkan keimanan, ilmu, dan kemauan. Sayangnya, justru tiga faktor
itu yang lumayan langka ditemuin pada mayoritas remaja yang kian
terhipnotis gaya hidup hedonis. Gaswat!
Kalo kita
sempet nanya kenapa seseorang nggak atau belum mau ikut berdakwah,
pasti mereka segera ngeluarin kunci gembok buat bongkar gudang
alasannya. Soalnya mereka juga ngerti kalo dakwah itu wajib. Cuma
masalahnya, banyak orang yang ngerasa belon siap ngadepin risiko
dakwah. Emang apa sih risiko dakwah?
Itu lho,
gosipnya ada anak yang berselisih ama bokapnya karena ngritik sistem
demokrasi. Dijauhin temen lantaran cerewet ngingetin untuk nutup aurat,
nggak pacaran, atau antitawuran. Tereliminasi dari kantor saat
bawa-bawa aturan Islam ke alam kapitalis di dunia kerja. Diancam
skorsing dari sekolah ketika ngotot pengen pake seragam yang nyar'i.
Dicemberutin tetangga coz nggak ikut berpartisipasi dalam pilpres
alias “memilih untuk tidak memilih” (bahasa kerennya golput). Atau
malah berhadapan dengan aparat keamanan karena dituding terlibat aksi
pemboman. Waduh!
Kebayang kan, kalo berita duka
seputar lika-liku aktivis dakwah kayak di atas lebih populer dibanding
ridho Allah yang menyertai kegiatan dakwah. Udah pasti bayangan rasa
takut bin cemas selalu menghantui pas lagi mujur ada kesempatan untuk
berdakwah. Jangankan jadi pengemban dakwah, sekadar menyuarakan Islam
aja mungkin malu. Repot juga kalo kayak gini.
Disayang Allah, lho…
Bener sobat. Kita sekadar ngingetin aja, kalo jadi pengemban dakwah udah pasti disayang Allah. Allah swt. berfirman:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia menuju Allah?” (QS Fushhilat [41]: 33)
Menurut Imam al-Hasan, ayat di atas berlaku umum buat siapa
aja yang menyeru manusia ke jalan Allah (al-Qurthubi, Tafsir
al-Qurthubi ). Mereka, menurut Imam Hasan al-Bashri, adalah kekasih
Allah, wali Allah, dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang
paling dicintai Allah karena dakwah yang diserukannya. Bener kan?
Selain
itu, pujian bagi para pengemban dakwah senantiasa disampaikan
Rasulullah untuk mengobarkan semangat para shahabat dan umatnya. Seperti
dituturkan Abu Hurairah:
“Siapa saja yang menyeru manusia pada
hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh orang-orang
yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka.” ( HR
Muslim )
Nggak heran dong kalo para shahabat Rasulullah begitu gigih
bin pantang menyerah dalam berdakwah. Sebagian besar waktu, tenaga,
pikiran, harta-benda, keluarga bahkan nyawa pun rela mereka korbankan
untuk dapetin pahala Allah yang melimpah dalam aktivitas dakwah. Kalo
nggak begitu, mana mungkin nenek moyang kita dan juga kita mengenal
Islam dan menjadi penganutnya. Bener nggak seh?
Dan
kita pun bisa seperti para shahabat. Walau nggak hidup di zaman
Rasulullah, tapi warisan beliau yang berupa al-Quran dan as-Sunnah tetep
eksis sampe sekarang dan terjaga kemurniannya. Tinggal kemauan kita
aja untuk serius mempelajari, memahami, meyakini, dan mengamalkan
warisan itu. Mau dong? Heu'euh!
Nilai plus lainnya
Bay
de wey sobat, ternyata aktivitas dakwah nggak cuma berlimpah pahala.
Dari sisi psikologis, aktivitas dakwah sangat membantu remaja untuk
mengenali diri dan masa depannya. Asli!
Menurut
Maurice J. Elias, dkk dalam bukunya berjudul “ Cara-cara Efektif
Mengasuh EQ Remaja ”, ada beberapa hal yang dibutuhkan remaja untuk
jalanin tugas di atas.
Pertama , hubungan
spiritualitas . Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai
berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya
dengan agama. Karena hal ini bakal membimbing kita dalam jalani hidup
dan membingkai masa depan.
Ketika terjun ke dunia
dakwah, seorang remaja muslim akan menemukan arti dan tujuan hidup
yang hakiki. Dia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah sepanjang
hayat dikandung badan. Untuk itu, Allah menurunkan aturan hidup yang
lengkap en sempurna tanpa cacat cela bagi manusia. Agar manusia bisa
beribadah nggak cuma di masjid atau majelis ta'lim. Tapi di mana saja,
kapan saja selama terikat dengan aturan Allah. Selain itu, dengan
pemahaman ini remaja akan termotivasi dan terarah dalam membingkai
masa depan ideal dunia akhirat sesuai identitas kemuslimannya.
Kedua
, penghargaan . Setiap remaja kayak kita-kita pasti membutuhkan hal ini
untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan
menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk
kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hebatnya, insya
Allah kita bakal dapetin juga penghargaan atas prestasi itu langsung
dari Allah swt. Hmm… yummy!
Ketiga , rasa memiliki .
Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok
yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar
banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman,
nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas
dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa
pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan. Itu
berarti nggak mudah luntur karena perbedaan status sosial atau
pendidikan.
Keempat , kecakapan dan kepercayaan diri .
Remaja seumuran kita sering terlihat pengen diakui kalo doi cakap
alias mampu dan percaya diri untuk jalanin hidup mandiri. Mampu
menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada
orang lain.
Dalam lingkungan dakwah, kita bakal
dilatih untuk berpikir panjang merunut setiap permasalahan dan mencari
pemecahannya sesuai aturan Islam yang pasti mendatangkan maslahat.
Ketegasan sikap kita bisa lahir dari kemandirian yang ditopang oleh
pemahaman Islam. Kita juga dilatih untuk mengambil hikmah dalam setiap
musibah atau kegagalan yang menimpa kita semua. Karena kita-kita
paham, apa pun yang menimpa diri kita, itu adalah jalan terbaik yang
Allah berikan. Jadi nggak ada kamus stres bin uring-uringan pas
ngadepin masalah bagi para pengemban dakwah. Tetep semangat. Catet
tuh!
Kelima , konstribusi . Merasa ngasih kontribusi
alias ikut berperan serta, nggak egois bin individualis, atau sikap
dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada
remaja seusia kita. Dengan begini kita-kita bakal terlatih untuk
peduli dan peka terhadap permasalahan di sekitar kita. Sehingga kita
termotivasi untuk mengembangkan kemampuan diri biar bisa ikut beresin
masalah itu.
Dan semua perasaan di atas pasti bakal
didapetin kita-kita dalam aktivitas dakwah. Selain bernilai pahala,
kita bakal ngerti kalo masalah dunia atau masyarakat juga masalah
kita. Kita juga wajib ngerasa bertanggung jawab dengan akibat dan
penyebab masalah itu. Karena kita bakal kecipratan dampak buruk
masalah itu kalo dibiarin. Betul?
Nah sobat, ternyata
nggak ada ruginya kan terjun ke dunia dakwah. Dilihat dari sisi mana
aja, jadi pengemban dakwah pasti berlimpah berkah. Masa nggak
kepengen?
Nikmati risiko dakwah
Risiko
dakwah mah udah sunntatullah atuh alias wajar terjadi. Bayangin aja,
yang kita dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di
rumah, sekolah, kampus, atau tempat kerja semuanya udah kadung
diselimuti aturan sekuler yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Otomatis dakwah kita nggak akan berjalan semulus di jalan tol.
Makanya
kita nggak usah bermimpi kalo dakwah itu tanpa rintangan. Justru kita
kudu siapkan nyali untuk hadapi risiko dalam dakwah demi meraih ridho
Allah. Kita bisa contoh 75 orang muslim dari suku Khajraj saat terjadi
peristiwa Bai'atul Aqabah kedua. Saat itu salah seorang paman Nabi
yang melindungi dakwah beliau meski bukan muslim, bernama ‘Abbas bin
Ubadah, mengingatkan kaum muslim dari Khajraj itu akan risiko dakwah
yang akan dihadapi jika tetap membai'at Nabi.
Kaum
itu pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya (membai'at Nabi
saw) meski dengan risiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya banyak
tokoh.” Kemudian mereka berpaling pada Rasulullah dan berkata, “Wahai
Rasulullah, jika kami memenuhi (seruan)mu, maka apa balasannya bagi
kami?” “Surga”, jawab beliau dengan tenang. ( Negara Islam ,
Taqqiyuddin an-Nabhani)
Nah sobat, ternyata risiko
dalam dakwah adalah jalan menuju surga Allah yang selama ini kita
rindukan. Seberat apapun jalan itu, kita hanya perlu bersabar dan
tetep istiqomah. Abu Dawud telah meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad
hasan: “Setelah engkau akan datang masa kesabaran. Sabar pada masa itu
seperti menggenggam bara api. Orang-orang yang bersabar akan
mendapatkan pahala sebagaimana lima puluh orang laki-laki yang
mengerjakan perbuatan tersebut. Para shahabat bertanya , “Wahai
Rasulullah, apakah pahala lima puluh (laki-laki) di antara mereka?”
Rasul menjawab , “Bukan, tetapi pahala lima puluh orang laki-laki di
antara kalian”
Kita juga nggak punya alasan untuk
berdiam diri membiarkan kemaksiatan merajalela karena khawatir akan
dekatnya ajal, seretnya rizki, atau jauhnya jodoh. Soalnya kan yang
ngasih rizki adalah Allah. Yang nentuin jodoh kita Allah. Yang nyuruh
Malaikat Ijrail nyabut nyawa kita juga Allah. Bukannya semua urusan
hidup kita akan terasa mudah kalo kita disayang ama Allah dengan
ngikutin perintahNya seperti aktif dalam dakwah?
Pengemban dakwah Islam ideologis
Satu
hal lagi yang kita nggak boleh lupa. Bagusnya kita nggak merasa cukup
dengan mendakwahkan Islam cuma sebagian. Seolah perbaikan moral atau
peningkatan akhlak individu masyarakat menjadi solusi pamungkas dalam
setiap permasalahan. Padahal syariat Islam itu begitu luas mencakup
solusi dalam permasalahan pemerintahan, ekonomi, politik, sosial,
budaya, pendidikan, dll.
Karena itu kita wajib
memahami dan mendakwahkan Islam sebagai Nidzhomul hayah alias aturan
hidup yang nggak cuma ngatur ibadah atau akhlak semata. Islam yang
memiliki peran sebagai qaidah fikriyah (landasan berpikir) dan qiyadah
fikriyah (kepemimpinan berpikir). Sebagai qaidah fikriyah , Islam akan
menjadi filter alias saringan sekaligus tameng menghadapi serangan
pemikiran dan budaya Barat sekuler. Dan sebagai qiyadah fikriyah ,
Islam akan membimbing kita dalam menyelesaikan dan mencegah
terulangnya setiap masalah hidup yang mampir ke kita dengan tuntas dan
berpahala.
Sobat muda muslim, kalo kamu punya nyali,
mari kita libatkan diri kita untuk memperkuat barisan perjuangan
menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Jangan sampe jalan menuju
surga dalam aktivitas dakwah, kita pandang sebelah mata. Ntar nyesel
lho. Berani? Pasti dong! [hafidz]