Minggu, 08 April 2012

Indahnya Ketulusan Cinta


Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan dalam rumahtangga dan kebahagiaan di akhirat. Sebagai hamba yang dianugerahi fitrah, kita memang perlu menyeimbangkan harapan. Tak salah kita berdoa memohon suami/Istri yang sempurna, tetapi padasaat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan. Kitaboleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kitapersiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman.
Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakinbesar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dankemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita (maritalcommitment) akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperolehkebahagian dan kepuasan.
Apa bedanya harapan dan komitmen? Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan rumahtangga kita? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kitadapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangatbesar, sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan selalumelihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona olehkecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisaberlemah lembut begitu istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat danberlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung.
Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apayang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasukmengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah mensyukuriperkawinan.
Disebabkan oleh komitmen yang sangat kuat pada Allah dan Rasul-Nya istriJulaibib mengikhlaskan hati untuk menikah dengan Julaibib. Yang baru semalamusia pernikahan mereka Julaibib mengakhiri hayat di medan syahid. Ketika ibunya merasa tidak reladikarenakan rendahnya rendahnya martabat dan buruknya perawakan fisik, iameminta agar orang tuanya menerima pinangan itu kalau memang Rasulullah saw.yang menentukan.
Orang yang melapangkan hati untuk menenggang perbedaan, cenderung akanmenemukan banyak kesamaan. Perbedaan itu bukan lantas tidak ada, tetapikesediaan untuk menenggang perbedaan membuat kita mudah untuk melihat kesamaandan kebaikannya. Sebaliknya, kita akan merasa tidak nyaman berhubungan denganorang lain, tidak terkecuali pendamping hidup kita, bila kita sibukmempersoalkan perbedaan. Apalagi jika kita sering menyebut-nyebutnya, semakinterasa perbedaan itu dan semakin tidak nyaman membina hubungan dengannya.
Semoga Allah melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa mengilmui.Semoga Allah menjauhkan kita dari kesibukan yang membinasakan. Semoga Allahpula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang,ketulusan, dan kerelaan menenggang perbedaan. Sesungguhnya telah berlaluumat-umat sebelum kita yang mereka binasa karena sibuk mempersoalkan perbedaandan memperdebatkan hal-hal yang menjadi rahasia Allah.
Nah, jika mempersoalkan perbedaan, menyebut-nyebutnya, dan mengeluhkannya akanmembuat hubungan renggang, mengapa tidak melapangkan hati untuk menenggangnya?Sesungguhnya menenggang perbedaan akan menumbuhkan kasih sayang dan kemesraanyang hangat. Adaperasaan mengharukan yang sekaligus membahagiakan jika kita memberikan untuknyaapa yang ia sukai.
Untuk itu, ada tiga hal yang perlu kita pahami agar ia mempercayai ketulusankita. Pertama, berikanlah perhatian yang hangat kepadanya. Besarnya perhatianmembuat dia merasa kita sayang dan kita cintai. Kedua terimalah ia tanpasyarat. Penerimaan tanpa syarat menunjukkan bahwa kita mencintainya dengantulus. Tidak mungkin menerima dia apa adanya jika kita tidak memiliki ketulusancinta dan kebersihan niat. Ketiga, ungkapkanlah dengan kata-kata yang tepat.
Berkaitan dengan ungkapan ini, ada sebuah tips yang ahsan yang disampaikan olehustaz yang kini masih mengajar di jurusan Psikologi, UII, Yogyakartaini. Yakni terminologi "aku" dan kamu". Saat kita mendapatkanbahwa masakan yang dibuat pasangan kita keasinan misalnya, maka gunakanlah kataganti "aku" . "Aku lebih suka kalau sayurnya lebih manis,sayang". Tapi saat kita mendapatkan suatu kelebihan pada diri pasangan, iasukses menggoreng telor dadar misalnya (biasanya ia menggoreng berkerak),makakita gunakan kata ganti "kamu". "Kamu memang pintar,istriku". Kita gunakan kata "aku" untuk sesuatu yang sifatnyanegatif dan "kamu" untuk sesuatuyang sifatnya positif. Untuk semuahal.
Tampaknya memang benar, karena penggunaan kata ganti "kamu" untuksebuah kesalahan yang telah dilakukan oleh pasangan kita cenderung menyaranpada arti memvonis alih-alih memosisikan pasangan kita sebagai tertuduh.
Dalam perspektif pragmatik (linguistik), terminologi ini merupakan sebuah upayapenggunaan maksim kesopanan dengan tetap mempertahankan maksim kerja sama.Dengan tujuan agar tidak terjadi konflik pada keduanya.
Berangkat dari petunjuk Allah ini tidak layak bagi kita untuk sibukmempersoalkan kekurangan ataupun kesalahan, apalagi kekurangan yang sulitdihilangkan, sepanjang ia tidak melakukan kekejian yang nyata. Betapa punbanyak yang tidak kita sukai darinya, kemesraan dengannya tak akan pudar jikakita mencoba untuk berbaik sangka kepada Allah, barangkali di balik itu Allahberikan kebaikan yang sangat besar. Sebaliknya, sesedikit apa pun keburukannya,bila kita sibuk menyebut-nyebut dan mengingatnya, akan sangat memberatkan jiwa.Dampak selanjutnya tidak hanya bagi hubungan suami istri, tetapi merembet padahubungan kita dan si kecil.
Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati makaakan kita temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya berupaya memperbaiki danbukan menuntut untuk sempurna. Bukankah kita sendiri mempunyai kekurangan,mengapa kita sibuk menuntut istri untuk sempurna? Ada amanat yang harus kita emban ketika kitamenikah. Adaruang untuk saling berbagi. Adaruang untuk saling memperbaiki. Dan bukan saling mengeluhkan, alih-alihmenyebut-nyebut kekurangan.
Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski bukanberarti kita lantas membiarkan kesalahan. Berikanlah dukungan dan kehangatankepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi tantangan-tantangan yang ada didepan. Tunjukkanlah bahwa kita memang sangat menghargainya, menerimanya dengantulus, mau mengerti dan bersemangat mendampinginya.
Dalam buku ini Ustaz Fauzil memang tidak hanya membahas seputar keikhlasanmenerima pasangan kita apa adanya. Namun tampaknya beliau memandang masalah yangremeh temeh ini dalam beberapa hal telah menjadi batu karang yang cukup terjalyang kemudian melahirkan benih-benih konflik dan alih-alih perceraian.
Seperti pada bagian akhir, beliau menjelaskan bagaimana upaya belajar itu tidaksebatas menerima apa adanya, tetapi juga diikuti dengan belajar mendengardengan sepenuh hati. Karena tidak jarana kita bukan tidak paham jawaban yangsesungguhnya diinginkan di balik pertanyaan pasangan.
Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan tetapiternyata hal itu jauh meleset dari dugaan. Kita bukan mendengar pasangan tetapimendengar diri sendiri, kita bukan memberi solusi tapi malah menambah materi.Kita bukan memberi jalan keluar alih-alih menghakimi. Kita bukan memberikanjawaban, tetapi malah memberikan pertanyaan. Kita bukan meringankan tetapimalah memberatkan. Benarkah?
Al akhir, kekayaan itu ada di jiwa. Dan keping kekayaan itu dimulai dariketulusan menerima. Dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikanempati, lebih mudah untuk memahami, lebih mudah untuk berbagi dan lebih mudahmendengar dengan sepenuh hati.
Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantissementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh, sudahkah kitaberterima kasih kepadanya? Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kesalahankita? Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kitadan ungkapkan sebuah panggilan sayang untuknya. Mulailah dari yang palingmudah, hatta yang paling remeh atau kecil sekalipun. Mulailah dari yang palingkecil, demikian Ustaz Aa' berpesan. Little things mean a lot, demikian UstazFauzil menambahkan. Agar cinta bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar