“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh (manusia) kepada yang ma’ruf dan mencegah (manusia) dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron [3] : 110)
Dalam sebuah dialog tentang permasalahan umat Islam saat
ini, ada sebuah analisa bahwa salah satu penyebab ‘kegagalan’ umat Islam adalah
karena kurang adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antar sesama umat Islam.
Padahal umat lain sepertinya melaksanakan agenda-agenda mereka dengan teratur,
rapi, terkoordinir dan jelas dengan dukungan finansial yang kuat.
Pendapat lain mengatakan bahwa karena umat Islam
sendiri yang belum bekerja dengan maksimal dan belum menunjukkan prestasi yang
menggembirakan dalam mengembangkan dakwah ini. Tidak banyak prestasi yang diukir
oleh para pemikir Islam, para ilmuwan, ulama maupun para profesional lain
kecuali hanya beberapa orang yang jumlahnya bisa dihitung.
Prestasi ! Sebuah kata yang menunjukkan keberhasilan
seseorang mencapai kesuksesan maupun keberhasilan, apapun bentuknya. Petani yang
bekerja setiap hari mencangkul, menanam, mengairi sawah, menyiangi tanaman,
merawat, memberi pupuk sampai menjaga dari serangan tikus, maka saat ia panen
dan mendapatkan hasil yang melimpah, maka itulah prestasi seorang petani.
Seorang pejuang yang berhasil melumpuhkan lawannya bahkan sampai
memporak-porandakan pasukan musuh juga dinamakan orang yang berprestasi. Seorang
pelajar atau mahasiswa yang berhasil meraih peringkat (rangking) di
kelasnya adalah pelajar berprestasi. Demikian juga seorang da’i juga memiliki
kesempatan mengukir prestasi yang memuaskan dalam dakwahnya.
Etos Kerja Pelaku Dakwah
Salah satu kiat mencapai sukses seperti yang disebutkan
dalam buku “Menjadi Pribadi Sukses” terbitan Asy-Syamil, 2002 adalah dengan
menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam aktivitasnya. Dan menerapkan prinsip
manajemen dalam dakwah bukan merupakan hal yang dilarang namun justru menjadi
keniscayaan yang akan meningkatkan produktivitas dakwah. Penerapan prinsip
seperti ini jika dilakukan dengan konsisten dan terus menerus (istimrar)
maka akan menjadi etos kerja orang tersebut.
Paling tidak ada 5 prinsip yang dapat dijadikan
landasan bagi pelaku dakwah untuk melakukan tugas-tugas dakwah:
1. Kerja Keras (Mujahadah)
Prinsip kerja yang pertama yang harus dimiliki oleh
seorang muslim sebagai pribadi yang unggul adalah kemauan untuk selalu bekerja
keras. Dalam Islam kita mengenal satu kata yang menjadi idiom bahkan maknanya
menjadi begitu dahsyat manakala idiom tersebut diaplikasikan dalam kehidupan
umatnya, yakni Jihad! Jihad dalam arti apapun telah mampu membangkitkan
semangat juang yang tinggi bagi pemeluknya. Ketika jihad diartikan sebagai
“berperang di jalan Allah” maka kata tersebut telah mampu membuat umat Islam
berjuang dengan jiwa dan raga untuk menegakkan kemulian Islam ketika ada musuh
yang menginjak-injak kehormatan agamanya.
Sedangkan ketika kata tersebut diartikan sebagai
“bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan sesuatu - yang tentunya sesuai dengan
syariat Allah-” maka idiom ini mampu menumbuhkan motivasi dengan amat dahsyat
bagi orang yang meyakini.
Allah telah menjanjikan balasan akan kesuksesan yang
luar biasa bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh ini dalam firman-Nya “Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut [26]:69)
Dan dengan kerja keras inilah Muhammad SAW berhasil
mendakwahkan Islam sampai ke seluruh pelosok negeri Arab, bahkan telah berhasil
menumbuhkan kader-kader yang mampu membawa perubahan besar terhadap peradaban
dunia. Dengan kerja keras pula kita akan mampu mencapai kesuksesan hidup. Maka
hanya orang-orang yang berkerja keras pula lah yang berhasil menciptakan
prestasi besar.
2. Kerja Cerdas (Profesional)
Hanya bekerja keras tanpa perencanaan yang cerdas
kemungkinan besar juga akan menghasilkan kualitas yang tidak optimal. Oleh
karena itu disamping semangat bekerja keras masih dibutuhkan daya pikir yang
kuat dan perencanaan yang matang. Maka Rasulullah menempuh langkah cerdas
tatkala hendak melaksanakan hijrah ke Yastrib. Perencanaan yang matang beliau
lakukan dengan pembagian tugas dan optimalisasi sumberdaya yang ia miliki. Maka
Rasul memilih Abu Bakar Ash Shiddiq dari golongan tua sebagai pendamping
perjalanan, Ali yang punya semangat berkorban tinggi dipilih menggantikan posisi
beliau di rumahnya, Asma yang cerdas dan cekatan mendapat tugas untuk
support logistik dan sebagainya. Termasuk langkah cerdas memilih arah
perjalanan secara memutar ke arah yang bertentangan dengan Yastrib adalah
pilihan yang ditetapkan secara matang.
Demikian juga para pelaku dakwah saat ini masih
dituntut untuk dapat menerapkan pola-pola kerja yang cerdas dan melaksanakan
setiap kegiatan secara profesional. Ketika itulah sebuah proyek dakwah sekecil
apapun bentuknya akan mendapatkan porsi perhatian yang proporsional bagi mereka.
Diharapkan tidak ada lagi tumpang tindih pekerjaan, mis understanding
antar pengurus, rapi, teratur, sistematis dan dilengkapi dengan pengaturan
administratif yang baik.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash Shaff [61]:4)”
3. Kerja Tuntas
Setelah memulai untuk melakukan pekerjaan maka ia
hendaknya meneruskan sampai perkerjaan tersebut selesai dengan baik. Salah satu
kebiasaan yang kadangkala menghinggapi para aktivis dakwah adalah meninggalkan
PR (pekerjaan rumah) bagi saudaranya yang lain. Ketika ia dipercaya untuk
mengemban amanah maka ia lebih mengandalkan orang lain sedangkan ia sendiri
melakukan pekerjaan lainnya lagi. Bahkan ada diantaranya yang justru
meninggalkan pekerjaannya untuk orang lain.
Padahal menyelesaikan pekerjaan secara tuntas adalah
bukti bahwa seseorang telah mampu mengatur waktunya dengan baik. Karena ia
menyadari sedemikian berharganya sang waktu dengan asumsi ia dapat melakukan
pekerjaan lain atau meneruskan pekerjaan selanjutnya ketika ia telah
menyelesaikan satu pekerjaan.
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS. 94:7-8)
Disamping itu, secara psikologis seseorang akan merasa
puas jika ia telah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik. Pengaruh
psikologis ini akan membawa motivasi baru bagi orang tersebut untuk meningkatkan
kualitas pada pekerjaan selanjutnya.
4. Kerja Mawas
Tahapan selanjutnya setelah melakukan pekerjaan maka
hendaklah membuat evaluasi atas pekerjaan tersebut. Evaluasi ini penting sebagai
bahan untuk menilai pekerjaan yang telah kita lakukan sekaligus untuk
memperbaiki semua kekurangan yang ada. Dengan evaluasi ini juga akan dilakukan
peningkatan mutu dan kualitas pekerjaan.
Pengingkatan mutu dan kualitas pekerjaan dapat
dilakukan dengan cara mempelajari ilmu-ilmu terkait dengan pekerjaan,
memperbaiki sistem yang ada saat ini untuk dirubah dengan sistem baru yang lebih
baik.
Aktivitas mawas ini juga adalah sebagai sarana
instrospeksi bagi para penyelenggara proyek dakwah untuk menilai dan melakukan
perbaikan. Bekerja mawas juga adalah dengan cara mengembalikan semua urusan
kepada Allah dan meyakini bahwa Allah lah yang mengatur seluruh kejadian di alam
ini. Maka tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum,
sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri.“ (QS. Ar-Ra’d
[13]:11)
5. Kerja Ikhlas
Dan sebagaimana kita ketahui bahwa ujung setiap amal
ada pada tingkat keikhlasan amal yang ia lakukan. Kerelaan menjalankan
tugas-tugas dakwah, kerelaan untuk mengorbankan kenikmatan dunia untuk
kebahagiaan akhirat, kerelaan untuk tidak mengeluh atas beban yang ia pikul
adalah sebuah bentuk lain keikhlasan.
Pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas tanpa suatu
paksaan tentunya juga akan menghasilkan kualitas yang lebih bagus apalagi jika
pekerjaan tersebut dilakukan hanya untuk mencari ridha Allah, maka ia kan
menjadi pekerjaan yang memiliki hasil ganda, yakni hasil yang ia dapat dari
pekerjaan tersebut secara langsung (gaji, prestasi) maupun hasil yang ia petik
dihari akhir berupa pahala.
Diperlukan Manajemen yang Rapi dalam Dakwah
Untuk mencapai semua keberhasilan atas prinsip-prinsi
yang disampaikan di atas, masih ada yang menjadi titik berat dalam keberhasilan
dakwah, yakni diperlukannya sebuah manajemen yang rapi dalam organisasi dakwah.
Kejelasan distribusi tugas dan tanggungjawab adalah wujud nyata kefektifan
sebuah organisasi. Setelah itu akan kita temukan organisasi yang solid, sarat
dengan koordinasi dan jika semuanya telah tertata rapi, permasalahan finansial
akan dengan mudah teratasi.
Dan manajemen yang rapi dalam sebuah barisan akan
tercermin dari pribadi-pribadi yang ter-manage dengan baik. Ibarat shaf
shalat, maka andil sesorang dalam mencapai kekhusyukan sholat jamaah sangat
diperlukan bahkan mutlak diperlukan.